NEONATUS DENGAN KELAINAN BAWAAN
DAN PENATALAKSANAAN
“HERNIA DIAFRAGMATIKA”
Definisi
Hernia Diafragmatika merupakan
penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada
diafragma.
Etiologi
Salah satu penyebab terjadinya hernia diafragma adalah trauma pada
abdomen(perut), baik trauma penetrasi maupun trauma tumpul abdomen., baik pada
anak-anak maupun orang dewasa. Mekanisme dari cedera dapat berupa cedera
penetrasi langsung pada diafragma atau yang paling sering akibat trauma tumpul
abdomen. Pada trauma tumpul abdomen, penyebab paling sering adalah akibat
kecelakaan sepeda motor. Hal ini menyebabkan terjadi peningkatan tekanan intra
abdominal yang dilanjutkan dengan adanya rupture pada otot-otot diafragma. Pada
trauma penetrasi paling sering disebabkan oleh luka tembak senjata api dan luka
tusuk senjata tajam. Sekitar 0,8-1,6 % dengan trauma tumpul pada abdomen
mengalami rupture pada diafragma. Perbandingan insiden pada laki-laki dan
perempuan sebesar 4:1.
Menurut lokasinya hernia
Menurut lokasinya hernia
Diafragma traumatika 69 % pada sisi kiri, 24 % pada sisi kanan,
dan 15 % terjadi bilateral. Hal ini terjadi karena adanya hati di sisi sebelah
kanan yang berperan sebagai proteksi dan memperkuat struktur hemidiafragma sisi
sebelah kanan. Organ abdomen yang dapat mengalami herniasi antara lain
gaster(lambung), omentum, usus halus, kolon, limpa dan hepar(hati). Juga dapat
terjadi hernia inkarserata maupun strangulata dari saluran cerna yang mengalami
herniasi ke rongga toraks(dada) ini.
Tanda
dan gejala
Tanda dan Gejalanya berupa:
Tanda dan Gejalanya berupa:
·
Gangguan pernafasan yang berat
·
Sianosis (warna kulit kebiruan
akibat kekurangan oksigen)
·
Takipneu (laju pernafasan yang
cepat)
·
Bentuk dinding dada kiri dan kanan
tidak sama (asimetris)
·
Takikardia (denyut jantung yang
cepat).
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia.
Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang
secara sempurna.
Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Pengobatan
Hernia diafragmatika diatasi dengan pembedahan
darurat.Dimana organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan lubang pada
diafragma diperbaiki.
“ATRESIA DUODENUM”
Definisi
Atresia adalah
tidak terbentukknya atau tersumbatnya suatu saluran dari organ-organ.
Atresia Duodenal
adalah tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dariusus
halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus.
Atresia duodenum
merupakan salah satu abnormalitas usus yang biasa didalam ahli
bedah pediatric. Atresia duodenal ini dijumpai satu diantara 300-4.500
kelahiran hidup. Lebih dari 40%dari kasus kelainan ini ditemukan pada bayi
dengan sindrom down.
Etiologi
Penyebab dari
atresia duodenum merupakan kelainan bawaan yang penyebabnya belum diketahui
secara jelas. Namun kerusakan pada duodenum terjadi karena suplay darah yang
rendah pada masa kehamilan sehingga duodenum mengalami penyempitan dan menjadi
obstruksi.Akan tetapi dilhat dari jenis kelainan, atresia duodenal ini
merupakan kelainan pengembangan embrionik saat masih dalam kehamilan.
Tanda dan Gejala
a.
Bisa ditemukan pembengkakan abdomen bagian atas
b.
Muntah banyak segera
setelah lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu (biliosa)
c.
Muntah terus-menerus meskipun bayi dipuasakan selama
beberapa jam
d.
Tidak memproduksi
urin setelah beberapa kali buang air kecil
e. Hilangnya bising usus setelah
beberapa kali buang air besar mekonium.Tanda dan gejala yang ada adalah
akibat dari obstruksi intestinal tinggi.
Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah dalam beberapa
jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa, namun
dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal
dariampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati
deteksi abnormalitassaluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih
jarang lagi hingga dewasa tanpadiketahui mengalami obstruksi parsial. Sebaiknya
pada anak yang muntah dengan tampilan biliosa harus dianggap mengalami
obstruksi saluran cerna proksimal hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera
dilakukan pemeriksaan menyeluruh.Setelah dilahirkan, bayi dengan atresia
duodenal khas memiliki abdomen skafoid. Kadang dapat dijumpai epigastrik yang
penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum proksimal.Pengeluaran mekonium
dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak terganggu.
Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit segera
terjadi kecuali kehilangan cairan danelektrolit yang terjadi segera diganti.
Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbulah alkalosis metabolik
hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti padaobstruksi
gastrointestinal tinggi lainnya.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Dengan X-ray abdomen memperlihatkan pola gelembung ganda.
Jika obstruksi tidak lengkapdapat ditemukan sejumlah kecil udara dalam usus
bagian bawah.
b.
Suatu enema barium dapat diperlihatkan berasosiasi dengan
keadaan malrotasi
Penatalaksanaan atau Pengobatan
Pada penderita
atresia duodeni ini belum ditemukan obatnya. Jalan satu-satunya hanya
dengan pembedahan.Prinsip terapi :
1. Perawatan pra
bedah :
a. Perawatan
prabedah neonatus rutin
b. Koreksi
dehidrasi yang biasanya tidak pearah karena diagnosa dibuat secara dini.
c. Tuba naso
gastric dengan drainase bebas dan penyedotan setiap jam
2.
PembedahanPembedahan suatu duodena-duodenostomi mengurangi penyempitan
obstruksi dan sisa ususdiperiksa karena sering kali ditemukan obstruksi lanjut.
3. Perawatan pasca
bedah.
a. Perawatan pasca
bedah neonatorum rutin.
b. Aspirasi setiap
jam dari tuba gastrostomi yang mengalami drainase bebas
c.Cairan intravena
dilanjutkan sampai diberikan makanan melalui tuba.
Pemberian makanan
transa nastomik yang berlanjut dengan kecepatan maksimun 1 ml per menit dimulai
dalam 24 jam pasca bedah dimulai dengan dektrose dan secara berangsur-angsur
diubahdalam jumlah dan konsistensinya hingga pada sekitar 7 hari pasca bedah
dimana diberikan susudengan kekuatan penuh. Untuk menjaga keseimbangan cairan
dan elektrolit aspirat lambungdapat diganti melalui transanastomik dan ini
dapat meniadakan kebutuhan untuk melanjutkan terapi intravena.
Tidak jarang diperoleh volume aspirat yang besar dalam beberapa waktu
pasca bedah, sampai beberapa minggu dalam beberapa kasus. Karena lambung
yang berdilatasi danduodenum bagian proksimal membutuhkan waktu untuk kembali
pada fungsi yang normal. Jikahal ini menurun maka penyedotan gastromi tidak
dilakukan terlalu sering dan makanan alternatif diberikan kedalam lambung
selama 24 jam. Pemberian makanan peroral dapat dilakukan
secara berangsur-angsur sebelum pengangkatan tuba gastromi berat badan
bayi dimonitor secaraseksama
Persiapan operasi
a. Prinsip umum persiapan terapi
pada neonatus.
b. Koreksi cairan dan elektrolit.
c. Pertimbangan khusus diberikan
pada atresia duodenum : koreksi emergensi tidak dibutuhkan kecuali diduga ada
malrotasi- pada obstruksi parsial yang lama, malnutrisi biasanya berat. Koreksi
melalui TPN selama seminggu atau lebih sebelum operasi.
Perawatan Operasi
a. End-to-end anastomosis, juga
bisa side-to-side
b. Annulare pancreas terbaik dilakukan by pass
anastomosis dari duodenum ke jejunum.Pankreas sendiri tidak diincisi.
c. Eksisi merupakan pilihan tepat
bagi atresia duodenum yang berbentuk diafragmatik, setelah identifikasi ampula
vateri.
d. Deformitas “windsock” harus
disangkakan dan dicari bagi semua pasien dengan atresia duodenum yang
berkelanjutan. Kateter dimasukkan dari proksimal sampai distal untuk memastikan
patensinya.
e. Gastrostomy dilakukan jika
gejalanya menetap serta perbaikan dini tidak terjadi.
f. Akses pada vena sentral tatau
transanastomosis tube ke dalam jejunum diindikasikan baginutrisi pasca operasi
pada pasien yang berat.
Perawatan pasca operasi
a. Dekompresi gaster dilakukan
sampai duodenum benar-benar kosong, selanjutnya dimulai feeding. Sebagian
pasien dapat diberi makan dalam seminggu setelah operasi.
b. TPN atau makanan melalui jejunum terkadang
dibutuhkan.
c. Antibiotik tidak diindikasikan
jika operasi dilakukan steril dan tidak ada gangguan vaskuler.
Komplikasi
a.Trauma pada ampula vateri
sering terjadi pada tiap operasi jika tidak diidentifikasi dengan baik.
Jaundice yang meningkat paska operasi merupakan indikasi bagi scanning isotop
liver untuk mengevaluasi ekskresi empedu. Operasi ulang dibutuhkan jika
terdapat obstruksi.
b. Jika terjadi striktur
anastomosis maka diperlukan reoperasi. Pengosongan duodenum yang lambat bukan
merupakan indikasi untuk reoperasi sebelum 3 minggu dan setelah
dibuktikandengan pemeriksaan radiologist.
Prognosis
90% penderita yang dioperasi hidup dengan baik. Mortalitas
banyak tergantung pada kelainan lain yang menyertai.
“ATRESIA ESOFAGUS”
Definisi
Atresia berarti buntu, atresia esofagus
adalah suatu keadaan tidak adanya lubang atau muara(buntu), pada esofagus (+).
Pada sebagian besar kasus atresia esofagus ujung esofagus buntu, sedangkan
pada ¼ -1/3 kasus lainnya esophagus bagian bawah berhubungan dengan trakea setinggi karina (disebut sebagai atresia esophagus dengan fistula). Kelainan lumenesophagus ini biasanya disertai dengan fistula
trakeoesofagus. Atresia esofagus sering disertaikelainan bawaan lain, seperti kelainan jantung, kelainan gastrointestinal (atresia duodeniatresiasani),
kelainan tulang (hemivertebrata).Atresia
Esofagus termasuk kelompok kelainan kongenital terdiri dari gangguan
kontuinitasesofagus dengan atau tanpa hubungan persisten dengan trachea.
Etiologi
Sampai
saat ini belum diketahui zat teratogen apa yang bisa menyebabkan terjadinya
kelainan Atresia
Esofagus, hanya dilaporkan angka rekuren sekitar 2 % jika salah satu dari
saudarakandung yang
terkena. Atresia Esofagus lebih berhubungan dengan sindroma trisomi 21, 13 dan 18 dengan
dugaan penyebab genetik. Namun
saat ini, teori tentang tentang terjadinya atresia esofagus menurut sebagian
besar ahli tidak lagi berhubungan dengan kelainan genetik Perdebatan tentang
proses embriopatologi masihterus berlanjut, dan hanya sedikit yang diketahui.
Epidemiologi
Atresia esofagus pertama kali dikemukakan oleh Hirscprung
seorang ahli anak dari Copenhagen pada abad 17 tepatnya pada tahun 1862 dengan
adanya lebih kurang 14 kasus atresia esofagus, kelainan ini sudah di duga
sebagai suatu malformasi dari traktus gastrointestinal.Tahun 1941 seorang ahli
bedah Cameron Haight dari Michigan telah berhasil melakukan operasi pada
atresia esofagus dan sejak itu pulalah bahwa Atresia Esofagus sudah termasuk
kelainan kongenital yang bisa diperbaiki.
Patofisiologi
Janin
dengan atresia esofagus tidak dapat menelan cairan amnion dengan efektif. Pada
janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan mengalir
menuju trakea, ke fistula kemudian menuju usus.
Neonatus
dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan banyak air liur.
Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau liur. Apabila
terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara dari trakea
juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau menerima
ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang sering kali
mematikan. Trakea juga dipengaruh oleh gangguan embriologenesis pada
atresia esofagus. Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C
seperti biasa. Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder pada stuktur
anteroposterior trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan
gejala batuk kering dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh.
Sekret sulit untuk dibersihkan dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea
juga dapat kolaps secara parsial ketika makan, setelah manipulasi, atau ketika
terjadi refluks gastroesofagus, yang dapat menjurus ke kegagalan nafas, hipoksia,
bahkan apnea.
Klasifikasi
·
Atresia
Esofagus dengan fistula trakheo oesophageal distal ( 86% Vogt 111.grossC)
Merupakan gambaran yang paling sering pada proksimal esofagus, terjadi dilatasi
dan penebalan dinding otot berujung pada mediastinum superior
setinggi vetebra thoracal III/IV. Esofagus distal (fistel), yang mana lebih
tipis dan sempit, memasuki dinding posterior trakea setinggi carina atau
1-2 cm diatasnya. Jarak antara esofagus proksimal yang buntu dan fistula
trakheooesofageal distal bervariasi mulai dari bagian yang overlap hingga yang
berjarak jauh .
·
Esofagus
distal dan proksimal benar-benar berakhir tanpa hubungan dengan Esofagus
terisolasi tanpa fistula ( 7%, Vogg II, Gross A) segmen esofagus proksimal,
dilatasi dan dinding menebal dan biasanya berakhir setinggi mediastinum
posterior sekitar vetebra thorakalis II. Esofagus distal pendek dan berakhir
pada jarak yang berbeda diatas diagframa.
·
Fistula
trakheoesofagus tanpa atresia (4%,Groos E) Terdapat hubungan seperti fistula
antara esofagus yang secara anatomi cukup intak dengan trakhea. Traktus yang
seperti fistula ini bisa sangat tipis/sempit dengan diameter 3-5 mm dan
umumnya berlokasi pada daerah servikal paling bawah. Biasanya single tapi
pernah ditemukan dua bahkan tiga fistula.
·
Atresia
erofagus dengan fistula trakeo esofagus proksimal (2%. Vogt III & Gross
B).Gambaran kelainan yang jarang ditemukan namun perlu dibedakan dari jenis
terisolasi. Fistula bukan pada ujung distal esofagus tapi berlokasi 1-2
cm diatas ujung dinding depan esofagus.
·
Atresia
esofagus dengan fistula trakheo esofagus distal dan proksimal ( < 1% Vogt
IIIa, Gross D).Pada kebanyakan bayi, kelainan ini sering terlewati
(misdiagnosa) dan di terapi sebagai atresia proksimal dan fistula distal.
Sebagai akibatnya infeksi saluran pernapasan berulang, pemeriksaan yang
dilakukan memperlihatkan suatu fistula dapat dilakukan dan diperbaiki
keseluruhan.
Gambaran
Klinis
Ada beberapa keadaan yang merupakan gejala dan tanda atresia
esofagus, antara lain:
a.
Mulut berbuih (gelembung udara dari hidung dan mulut) dan
liur selalu meleleh dari mulut bayi
b.
Sianosis
c.
Batuk dan sesak napas
d.
Gejala pneumonia akibat regurgitasi air ludah dari esofagus
yang buntu dan regurgitasi cairan lambung melalui fistel ke jalan napas
e.
Perut kembung atau membuncit, karena udara melalui fistel
masuk kedalam lambung dan usus
f.
Oliguria, karena tidak ada cairan yang masuk
g.
Biasanya juga disertai dengan kelainan bawaan yang lain,
seperti kelainan jantung, atresia rectum atau anus.
Penatalaksanaan
Atresia merupakan kasus gawat darurat. Prabedah, penderita
seharusnya ditengkurapkan untuk mengurangi kemungkinan isi lambung masuk ke
paru-paru. Kantong esofagus harus secara teratur dikosongkan dengan pompa untuk
mencegah aspirasi sekret. Perhatian yang cermat harus diberikan terhadap
pengendalian suhu, fungsi respirasi, dan pengelolaan anomali penyerta.
·
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan dilakukan dengan operasi.
·
Penatalaksanaan Keperawatan
Sebelum dilakukan operasi, bayi diletakkan setengah duduk
untuk mencegah terjadinya regurgitasi cairan lambung kedalam paru. Cairan
lambung harus sering diisap untuk mencegah aspirasi. Untuk mencegah terjadinya
hipotermia, bayi hendaknya dirawat dalam incubator agar mendapatkan lingkungan
yang cukup hangat. Posisinya sering di ubah-ubah, pengisapan lender harus
sering dilakukan. Bayi hendaknya dirangsang untuk menangis agar paru
berkembang.
Pendekatan Post Operasi
Segera setelah operasi pasien dirawat di NICU dengan
perawatan sebagai berikut:
a. Monitor pernafasan ,suhu tubuh,
fungsi jantung dan ginjal
b. Oksigen perlu diberikan dan
ventilator pernafasan dapat diberi jika dibutuhkan.
c. Analgetik diberi jika
dibutuhkan
d. Pemeriksaan darah dan urin
dilakukan guna mengevaluasi keadaan janin secara keseluruhan
e. Pemeriksaan scaning dilakukan
untuk mengevalausi fungsi esofagus
f.
Bayi diberikan makanan melalui tube yang terpasang lansung
ke lambung (gastrostomi) atau cukup dengan pemberian melalui intravena sampai
bayi sudah bisa menelan makanan sendiri.
g. Sekret dihisap melalui
tenggorokan dengan slang nasogastrik.
Perawatan di rumah sakit lebih kurang 2 minggu atau lebih,
tergantung pada terjadinya komplikasi yang bisa timbul pada kondisi ini.
Pemeriksaan esofagografi dilakukan pada bulan kedua, ke enam, setahun setelah
operasi untuk monitor fungsi esofagus.
Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang bisa timbul setelah operasi perbaikan
pada atresia esofagus dan fistula atresia esophagus adalah sebagai berikut:
1. Dismotilitas esophagus.
Dismotilitas terjadi karena kelemahan otot dingin esophagus.
Berbagai tingkat dismotilitas bisa terjadi setelah operasi ini. Komplikasi ini
terlihat saat bayi sudah mulai makan dan minum.
2. Gastroesofagus refluk.
Kira-kira 50 % bayi yang menjalani operasi ini kana
mengalami gastroesofagus refluk pada saat kanak-kanak atau dewasa, dimana asam
lambung naik atau refluk ke esophagus. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan obat
(medical) atau pembedahan.
3. Trakeo esogfagus fistula
berulang.
Pembedahan ulang adalah terapi untuk keadaan seperti ini.
4. Disfagia atau kesulitan menelan.
Disfagia adalah tertahannya makanan pada tempat esophagus
yang diperbaiki. Keadaan ini dapat diatasi dengan menelan air untuk tertelannya
makanan dan mencegah terjadinya ulkus.
5. Kesulitan bernafas dan tersedak.
Komplikasi ini berhubungan dengan proses menelan makanan,
tertaannya makanan dan saspirasi makanan ke dalam trakea.
6. Batuk kronis.
Batuk merupakan gejala yang umum setelah operasi perbaikan
atresia esophagus, hal ini disebabkan kelemahan dari trakea.
7. Meningkatnya infeksi saluran
pernafasan.
Pencegahan keadaan ini adalah dengan mencegah kontakk dengan
orang yang menderita flu, dan meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi
vitamin dan suplemen.
“MENINGOKEL”
Definisi
Meningokel adalah
selaput otak menonjol keluar pada salah satu sela tengkorak tapi biasanya di
daerah belakang kepala.Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis
tulang belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan meningel
berupa durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla
spinalis masih di tempat yang normal. Benjolan ditutup dengan membrane tipis
yang semi-transparan berwarna kebiru-biruan atau ditutup sama sekali oleh kulit
yang dapat menunjukkan hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak
terlihat jaringan saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel adalah
meningens yang menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai
suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina bifida (sumbing tulang
belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang (vertebra), yang terjadi
karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk
secara utuh.
Etiologi
Penyebab terjadinya
meningokel dan ensephalokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina
bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda
spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.Risiko melahirkan
anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat,
terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari
korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar
saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang
dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejalanya
tergantung kepada letak anatomis dari spina bifida. Kebanyakan terjadi di
punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau sakral, karena penutupan
vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan bawaan lainnya yang juga
ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus, siringomielia, serta
dislokasi pinggul.
Gejala
Gejalanya
bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar
sarf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala ringan atau tanpa gejala,
sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada daerah yang dipersarafi oleh
korda spinalis maupun akar saraf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida,
yaitu :
- Spina bifida okulta, merupakan
spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak
terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens)
tidak menonjol.
- Meningokel, yaitu meningens
menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu
benjolan berisi cairan di bawah kulit.
- Mielokel, merupakan jenis spina
bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit di
atasnya tampak kasar dan merah.
Gejala dari spina
bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai
bawah pada bayi baru lahir, jika disinari, kantung tersebut tidak tembus
cahaya, kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan
sensasi, inkontinensia uri (besar) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis
yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida
okulta, adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang),
lekukan pada daerah sakrum.Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah
torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap
dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan
mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan
bayi akan menjadi normal.
Pengobatan
Tujuan dari
pengobatan awal spina bifida, termasuk meningokel, adalah mengurangi kerusakan
saraf akibat spina bifina, meminimalkan komplikasi (misalnya infeksi), serta
membantu keluarga dalam menghadapi kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk
menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal
dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina
bifida.
Terapi fisik
dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot.
Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi
lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih
bisa dilakukan penekanan lembutdiatas kandung kemih. Pada kasus yang berat
kadang harus dilakukan pemasangan kateter.
Diet kaya serat dan
program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran
pencernaan.
Untuk mengatasi
gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari
ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati
sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi. Kadang-kadang
pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus akan menyebabkan
berkurangnya mielomeningokel secara spontan.
Pencegahan
Risiko terjadinya
spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam
folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena
kelainan ini terjadi sangat dini.Kepada wanita yang berencana untuk hamil
dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam
folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Gambaran klinis
Biasanya terdapat pada daerah
servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisii selaput otak,
sedangkan korda tetap dalam korda spinalis ( dalam durameter tidak terdapat
saraf). Operasi akan mengoreksi kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan
sensorik dan motorik dan bayi akan menjadi normal.
“ENSEPHALOKEL”
Definisi
Ensephalokel adalah
suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya penonjolan meningens
(selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang
pada tulang tengkorak. Ensephalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung
saraf selama perkembangan janin. Jaringan otak yang menonjol.
Gejala
Gejala dari
ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus, kelumpuahn keempat anggota gerak
(kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan, mikrosefalus, gangguan
penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan, ataksia, serta kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal. Ensefalokel seringkali disertai
dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.
Penatalaksanaan
- Cegah infeksi perlukaan ensefalokel waktu lahir, menutup luka
dengna kasa steril setelah lahir.
- Persiapan operasi dilakukan sedini mungkin untuk mencegah
infeksi otak yang sangat berbahaya.
- Pasca operasi perhatikan luka agar : tidak basah, ditarik
atau digaruk bayi, perhatikan mungkin terjadi hidrosefalus, ukur lingkar
kepala, pemberian antibiotik (kolaborasi).
“HIDROSEFALUS”
Definisi
Hidrosefalus adalah
kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal
dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat
pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan
antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat
sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan
tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura
dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara
0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8
pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43% disebabkan oleh stenosis aqueductus
serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga
dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada
remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus
infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena
perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa
posterior (Darsono, 2005:211).
Etiologi
Hidrosefalus terjadi bila
terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam
ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya
(Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan
kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus,
namun dalam klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang
sering terdapat pada bayi dan anak ialah :
1) Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii
b. Spina bifida dan kranium bifida
c. Sindrom Dandy-Walker
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
2) Infeksi
Akibat infeksi
dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan
piamater dan araknoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain
infeksi adalah toxoplasmosis.
3) Neoplasma
Hidrosefalus oleh
obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak
yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii
bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan
bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4) Perdarahan
Perdarahan sebelum
dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama
pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari
darah itu sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).
Patofisiologi
dan Patogenesis
CSS yang dibentuk dalam sistem
ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui
kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat
(SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem
internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml,
anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur
kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono,
2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe
ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii
ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang
subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna basalis menyebabkan
gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler. (DeVito EE et al,
2007:32)
Hidrosefalus secara
teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :
1. Produksi likuor
yang berlebihan
2. Peningkatan
resistensi aliran likuor
3. Peningkatan
tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di
atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan
keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel
cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan
hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem
serebrovaskuler.
2. Redistribusi
dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan
mekanis dari otak.
4. Efek tekanan
denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya
jaringan otak.
6. Pembesaran
volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial.
Produksi likuor yang berlebihan
disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari
kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan
aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan
resorbsi yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena
mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga
menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan
intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor
terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari
hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus
bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt
hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan
hidrosefalus akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan
hidrosefalus kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan
hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan
adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran
rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif
menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan
gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi
ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo
adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer,
yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005).
GEJALA KLINIS
Bayi: Pada bayi, kepala dengan mudah membesar sehingga akan didapatkan gejala :
o Kepala makin membesar
o Veba-vena kepala prominen
o Ubun-ubun melebar dan tegang
o Sutura melebar
o “Cracked-pot sign”, yaitu bunyi seperti pot kembang yang retak
atau buah semangka pada perkusi kepala
o Perkembangan motorik terlambat
o Perkembangan mental terlambat
o Tonus otot meningkat, hiperrefleksi (refleks lutut/akiles)
o “Cerebral cry”, yaitu tangisan pendek, bernada tinggi dan bergetar
o Nistagmus horisontal
o “Sunset phenomena”, yaitu bola mata terdorong ke bawah oleh
tekanan dan penipisan tulang tulang supraorbita, sklera tampak di atas iris,
sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang akan terbenam.
Anak: Bila sutura
kranialis sudah menutup, terjadi tanda-tanda kenaikan tekanan intrakranial :
o Muntah proyektil
o Nyeri kepala
o Kejang
o Kesadaran menurun
o Papiledema
Pemeriksaan
fisik:
o
Pengukuran
lingkaran kepala secara berkala. Pengukuran ini penting untuk melihat
pembesaran kepala yang progresif atau lebih dari normal
o
Transiluminasi
Pemeriksaan darah:
o Tidak ada pemeriksaan darah khusus untuk hidrosefalus
Pemeriksaan cairan serebrospinal:
o Analisa cairan serebrospinal pada hidrosefalus akibat perdarahan atau
meningitis untuk mengetahui kadar protein dan menyingkirkan kemungkinan ada
infeksi sisa
·
X-foto
kepala: tampak kranium yang membesar atau sutura yang melebar.
·
USG kepala:
dilakukan bila ubun-ubun besar belum menutup.
·
CT Scan
kepala: untuk mengetahui adanya pelebaran ventrikel dan sekaligus mengevaluasi
struktur-struktur intraserebral lainnya
Penatalaksanaan
Farmakologis:
·
Mengurangi
volume cairan serebrospinalis:
·
Acetazolamide 25
mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3 dosis. Dosis dapat dinaikkan 25 mg/KgBB/hari
(Maksimal 100 mg/KgBB/hari)
·
Furosemide 1 mg/KgBB/hari PO dibagi dalam 3-4 dosis
·
Catatan: Lakukan pemeriksaan serum
elektrolit secara berkala untuk mencegah terjadinya efek samping.
·
Bila ada
tanda-tanda infeksi, beri antibiotika sesuai kuman penyebab.
Komplikasi
·
Hernia
serebri
·
Kejang
·
Renjatan
Prognosis
Hidrosefalus yang tidak diterapi
akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari
kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri
atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila
prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai
kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi,
angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi
normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali
anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok
multidisipliner. (Darsono, 2005)
“FIMOSIS”
Definisi
Fimosis merupakan pengkerutan
atau penciutan kulit depan penis atau suatu keadaan normal yang seding
ditemukan pada bayi baru lahir atau anak kecil, dan biasanya pada masa pubertas
akan hilang dengan sendirinya
Etiologi
Malformasi Kongenital
Tanda dan Gejala
Gangguan proses berkemih
Penatalaksanaan
Dilakukan tindakan sirkumsisi
“HIPOSPADIA”
Definisi
Hipospadia yaitu lubang uretra
tidak terletak pada tempatnya, misalnya: berada di bawah penis.
Etiologi
1.
Uretra terlalu pendek, sehingga
tidak mencapai glan penis
2.
Kelainan terbatas pada uretra
anterior dan leher kandung kemih
3.
Merupakan kelainan konginetal
Tanda dan gejala
1.
Penis agak bengkok
2.
Kadang terjadi keluhan miksi,
jika disertai stenosis pada meatus exsternus
Penatalaksanaan
1.
Pada bayi: dilakukan tindakan
kordektomi
2.
Pada usia 2-4 tahun: dilakukan
rekonstruksi uretra
3.
Tunda tindakan sirkumsisi, hingga
kulit pruputium penis/scrotum dapat di gunakan pada tindakan neouretra.
“KELAINAN METABOLIK
DAN ENDOKRIN”
Definisi
Merupakan gangguan metabolisme
ataupun endokrin yang terjadi pada bayi baru lahir.
Klafikasi dan penyebab
·
Hipertermia
·
Hipotermia
·
Edema, terdapat
pada 150 imunisasi rhesus berat pada bayi dari ibu penderita DM.
·
Tetani, biasanya
ditemukan pada hipoparatiroidisme fisiologik sepintas yaitu karena berkurangnya
kesanggupan ginjal untuk mengsekresikan fosfat pada bayi yang mendapat susu
buatan dan bayi dari ibu penderita DM atau pra DM.
Gangguan endokrin yaitu :
·
Hipoplasia adrenal
congenital disebabkan oleh kekurangan ACTH sebagai akibat dari hipoplasia
kelenjar pituitary hipofungsi hipothalamus pada masa kritis embrio genesis.
·
Perdarahan adrenal,
disebabkan oleh trauma lahir, misalnya lahir dengan letak sungsang.
·
Hipoglikemia yaitu
dimana kadar gula darah kurang dari 30 mg% pada bayi cukup bulan dan kurang
dari 20 mg % pada BBLR.
·
Defesiensi tiroid,
terjadi secara genetik yaitu sebagai kretinisme, tetapi juga terdapat pada bayi
yang ibunya mendapatkan pengobatan toiurasil atau derivatnya waktu hamil.
·
Hipertirodisme
sementara, dapat dilihat pada bayi dari ibu penderita hipertioidisme atau ibu
yang mendapat obat tiroid pada waktu hamil.
·
Gondok congenital
disebabkan oleh kekurangan yodium dan terdapat didaerah gondok yang endemik .
·
Hiperplasia adrenal
disebabkan karena peninggian kadar kalium dan penurunan kadar natrium dalam
serum
Tanda dan gejala
·
Untuk hipotermia
akut yaitu lemah, gelisah,pernafasan dan bunyi jantung lambat dan kedua kaki
dingin.
·
Untuk cold injury
yaitu lemah, tidak mau minum, badan dingin, oliguria, suhu tubuh 29,5 oC – 35
oC. gerakan sangat kurang ; muka,kaki,tangan, dan ujung hidung merah
seolah-olah bayi dalam keadaan sehat; pengerasan jaringan subkitis atau edema.
·
Tetani, yaitu mudah
terangsang, muscular twicthing ; tremor dan kejang.
·
Hipoplasia adrenal
congenital , yaitu, lemah, muntah, diare, malas minum, dehidrasi.
·
Perdarahan adrenal
yaitu renjatan nadi lemah dan cepat ,
pucat, dingin.
·
Defesiensi tiroid
yaitu konstipasi ikterus yang lemah ekstremitas dingin dan pada kulit terdapat
bercak yang menetap.
·
Hipertiroidisme
sementara yaitu gelisah, mudah terserang, hiperaktif , eksoftalamus, takikardia
dan takipnu.
·
Gondok kongenital
yaitu pembebasan kelenjar , tiroid yang
dapat menimbulkan gejala gangguan pernapasan dan dapat menyebabkan kematian hiporekstensi
Penatalaksanaan
·
Hipertermia yaitu dengan
memperbaiki suhu lingkungan dan atau pengobatan terhadap infeksi.
·
Hipotermia yaitu dengan
segera memesukkan bayi kedalam incubator yang suhu nya telah diatur menurut
kebutuhan bayi dan dalam keadaan telanjang supaya dapat diawasi dengan teliti.
·
Hipotermia sekunder
yaitu dengan mengobati penyebabnya misalnya dengan pemberian antibiotika,larutan
glukosa,o2 dan sebagainya.
·
Cold injury yaitu dengan
memenaskan bayi secara perlahan-lahan,antibiotika, larutan glukosa,o2 dan
sebagainya.
·
Tetani yaitu dengan
memberikan larutan kalsium glukonat 10 % sebanyak 5:10ml IV dengan perlahan-lahan
dan dengan pengawasan yang baik terhadap denyut jantung.
·
Hipertiroidisme
sementara yaitu dengan memberikan larutan lugol sebanyak 1 tetes 3-6
kali/sehari atau propiltiorasil atau metimasol, pemberian cairan secara IV,
sedativum dan digitalis bila terdapat tanda gagal jantung.
·
Gondok congenital
yaitu dengan pengangkatan sebagai kelenjar tiroid dengan disertai pemberian
hormone tiroid bila terdapat gejala penyumbatan jalan nafas yang berat.
·
Hipoplasia adrenal
kongenita yaitu dengan pemberian larutan garam NaCL,deksoksikortikosteron dan
asetat .
·
Hiperplasia adrenal
yaitu dengan memberikan larutan garam NaCL 0,9% ta mbah larutan glukosa seta
pemberian kortikosteroid dosis tinggi.
·
Perdarahan adrenal
yaitu/ dengan memberikan transfuse darah dan hidrokortison.
·
Hipoglikemia yaitu
/ dengan menyuntikkan larutan glukosa 15-20 % sebanyak 4 ml/kg BB melalui ke
vena perifer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar